Hidup tanpa teman bagaikan sayur tanpa garam. Hambar. Pun begitu dalam pertemanan pula pastinya ada saja masalah. Karena segala hal dalam hidup ini tentu punya permasalahan, dan hidup tanpa masalah bagaikan tanah lapang tanpa tumbuhan, hampa.
Berbicara tentang masalah, menurut wikipedia masalah didefinisikan sebagai suatu pernyataan tentang keadaan yang belum sesuai dengan yang diharapkan. Terkadang sesuatu yang tidak sesuai harapan benar-benar membuat kita kebingungan untuk mengatasinya, terlebih jika kita tidak memiliki teman untuk berbagi. Berdasarkan pengalaman biasanya ada banyak tipe seseorang ketika menghadapi masalah. Beberapa ada yang hanya butuh teman untuk mendengarkan segala keluh kesahnya dan ada juga yang butuh didengarkan beserta diberikan solusinya.
Selaras dengan itu, di mana pun kita berada, masalah pastinya selalu ada. Berdasarkan pengalaman saya sebagai seorang guru di SMA, masalah ini tentu semakin tinggi levelnya ketimbang di jenjang bawahnya. Hmm, tepatnya masalah tentang keremajaan siswa, ini yang paling menguras kekreatifan pemecahan masalah yang harus saya coba selesaikan. Karena disamping itu saya merupakan seorang guru Pendidikan Agama Islam. Tentu rumit dong, menyelesaikan masalah tersebut tanpa mengenyampingkan hukum sesuai ajaran Islam.
Ketika seorang guru ditanya, "Anda setiap hari ke sekolah ngapain?" Jawabannya, belajar. Bukan mengajar!
Kok gitu? Ya, karena bersama siswa kita belajar bersama tentang segala hal, dan karena definisi belajar pula tidak mengenal batas usia.
Menjadi seorang guru bukanlah hal yang mudah. Kita harus bisa mengenal betul siswa kita dengan baik. Mempelajari karakter mereka dan kalau perlu masuklah ke dalam dunianya. Empat tahun berkecimpung dalam dunia kependidikan sebagai seorang guru di SMA, saya bersyukur. Meskipun saya mengampu pelajaran Pendidikan Agama Islam, tapi banyak siswa yang tidak ragu bercerita dan curhat perihal kehidupan pribadinya untuk dicarikan solusi yang tepat. Ini tentu menjadi sebuah tantangan bagi saya. Bagaimana caranya menjadi guru PAI tidak menjadi penghalang bagi siswa untuk tetap leluasa bercerita namun tetap beretika. Sungguh, mengajar di jenjang SMA tentunya benar-benar dihadapi oleh berbagai macam ragam karakter siswa remaja yang sedang dalam masa pubernya.
Mengajar di SMA benar-benar memberi kebebasan belajar tanpa batas. Tidak hanya persoalan materi yang sulit, tapi jauh hingga masalah pribadi yang rumit. Menjadi tempat curhat dan pemecah masalah bersama. Itu hal yang sangat menyenangkan. Mengaitkan segala materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari juga menjadi poin plus dari belajar kami yang akhirnya terpakai di kehidupan nyata.
Saya ingat betul di suatu hari ketika tahun pertama saya mengajar di SMA, kala itu adalah hari pertama bagi saya. Mencoba masuk dalam dunia anak didik itu sulit, terlebih dunia mereka yang sudah beranjak dewasa.
Misi saya menjadikan kelas tanpa batas. Belajar tak hanya dalam ruang kelas, tapi juga ruang chat. Belajar bisa dimana pun, kapan pun setiap waktu dan bebas bertanya apapun. Seperti yang dikemukakan Fuatuttaqwiyah tentang prinsip mengajar dengan cinta. Bahwa seorang guru haruslah menjadi sahabat bagi muridnya. Dengan begitu proses belajar mengajar akan menjadi nyaman dan tidak canggung.
Dalam hal ini sangat menguji tingkat ke-kreatifan guru dalam mengemas materi untuk mengaitkan pada kehidupan remaja mereka. Pada kasus "pacaran" misalnya, bukan lagi sebuah hal yang canggung untuk mereka bicarakan dengan saya yang notabanenya sebagai guru PAI. Bermodal menjadikan mereka teman baik yang tetap pada etika guru-murid memberi saya banyak peluang untuk masuk ke dunia mereka. Mengupas satu per satu permasalahan keremajaan mereka dan menuntaskannya bersama.
Pernah suatu ketika saat saya menemukan siswa yang benar-benar sedang bermasalah dengan perasaannya. Saya ikut menjadi bagian di dalamnya, menjadi teman curhat untuknya dengan memposisikan diri saya sebagai teman sebayanya. Perlahan tapi pasti, saya meng-iya-kan semua keluh kesahnya. Membenarkan dia menumpahkan segala uneg-unegnya hingga selesai. Kemudian memberikan solusi yang menurut saya terbaik untuk dilakukan, hingga perlahan dia pun sadar dan mencoba memperbaiki keadaan dengan berubah dan meninggalkan perasaannya.
Jika biasanya seperti kebanyakan orang beranggapan bahwa pelajaran agama Islam pastinya pelajaran yang hanya seputaran tentang ayat-ayat Al-Quran dan hadis. Dikit-dikit dalil. Ya, itu benar karena dalil merupakan pondasi pemecahan masalah. Namun saya mencoba mengemas pelajaran itu penjadi pelajaran yang disenangi siswa. Tidak canggung dan terkesan kuno. Tujuannya agar setiap penyampaian ke siswa dapat dipahami sesuai perkembangan zaman mereka.
Fitri Halim, yang sejak mengenal warna telah jatuh cinta dengan biru.
0 Comments:
Posting Komentar