Pagi senin, pada tanggal yang saya sendiri lupa kapan kejadian itu dimulai. Cuaca pagi ini sangat cerah, secerah seragam instansi yang saya kenakan, babyblue colour. Jam menunjukkan pukul 06.50 sudah waktunya saya berangkat ke sekolah. Mengajar? Bukan dong, tapi belajar bersama siswa, begitu kata pak Baedowi dalam general meeting kala itu
Sesampainya di sekolah, hari itu jadwal saya piket. Seperti biasa saya memantau kedatangan siswa-siswa yang layaknya berolah raga pagi untuk sampai tepat di halaman depan kelas sebelum guru petugas piket mulai berdiri cantik dengan buku catatan dan penanya. Buku yang ditakuti oleh murid-murid yang sering terlambat sampai di kelas dan suka berlarian beriringan dengan detik batas ketentuan terlambat. Halaman sekolah yang sangat luas dengan posisi gedung yang lumayan berjauhan per tingkatannya membuat siswa harus berjalan cepat setiap pagi untuk sampai tepat waktu. "Ayo, cepetan! sudah jam 07.29 nih! Satu menit lagi." Begitulah biasanya teriakan guru piket termasuk saya, yang memacu adrenalin siswa untuk berlari sampai tepat waktu setiap paginya.
Pukul 08.00, sesi siswa bersama wali kelas selama 30 menit telah berlalu. Waktunya setiap guru mata pelajaran masuk kelas. Saya telah menunggu giliran.
"Assalamu'alaikum, anak-anak"
"Wa'alaikumus salam, buuuu" sahut riuh suara seluruh siswa di dalam kelas ketika saya mulai masuk ke kelas mereka saat jam pelajaran PAI dimulai.
Kelas dering! Kelas yang menggambarkan betapa riuhnya suasana belajar dalam kelas. Tapi, jangan salah, kericuhan itu sering terjadi karena rebutan bertanya. Biasalah, anak-anak kalau waktunya tanya jawab sudah mulai seperti perang dunia ke III. Bahkan ada yang tidak mau mengalah jika pertanyaan atau jawaban mereka ada yang sama. Kadang, cara mengatasinya harus dengan hompimpa dulu. Hahaha...
Inilah momen yang sangat ditunggu siswa, sesi tanya jawab. Lumayan untuk melepaskan penat dengan sorak-sorakan yang berfaedah. Karena jika bukan pada sesi itu berisik dalam kelas sudah pasti dilarang keras oleh setiap guru, termasuk saya. Selain mengganggu ketenangan belajar dalam kelas, juga bisa mengganggu kelas lain yang bersebelahan.
Biasanya saya selalu mengolah waktu untuk dapat dimanfaatkan sebaik mungkin pada jam pelajaran. Pada setiap jam pelajaran saya membaginya menjadi 3 waktu; sesi belajar materi, sesi tanya jawab terkait materi, dan terakhir adalah sesi bertanya bebas. Sesi ketiga ini menjadi bagian yang sangat disenangi oleh siswa karena bagi mereka itu adalah saatnya mereka bisa bertanya perihal apa saja tentang kehidupan nyatanya sehari-hari.
Saya masih sangat teringat ketika pertama kali saya mengajar. Antusias siswa untuk berkenalan sangat tinggi. Mungkin setinggi harapan mereka bisa menikmati belajar bebas secara merdeka. Dalam artian tidak ada tuntutan yang memberatkan. Saya mencoba memahami setiap karakter mereka, menciptakan ruang belajar yang nyaman dengan bebas belajar di mana saja, salah satunya di bawah pohon cemara yang saat itu menjadi tempat terfavorit untuk belajar.
Bisa dikatakan pohon itu menjadi saksi bisu bagaimana riuhnya suasana belajar pada saat sesi diskusi dan tanya jawab. Bahkan alam yang tak berbatas dinding dan hanya beratapkan dedaunan pun masih bisa mengumpulkan keributan suara mereka yang rebutan jawaban. Rasanya seperti bocah yang sedang rebutan thr di hari lebaran. Gak bikin kesel sih, malahan seru. Hahaha...
Bagi saya pribadi itulah momen-momen menyenangkan bersama siswa ketika belajar. Momen yang tidak bisa dilupakan. Momen yang saat ini menjadi bagian yang paling dirindukan disaat suasana pandemi yang menuntut segala aktifitas terbatas termasuk sekolah tatap muka.
Fitri Halim, yang sejak mengenal warna telah jatuh cinta dengan biru.
0 Comments:
Posting Komentar