Edukasi

Translate

Selasa, 12 September 2023

Mengajar dengan Cinta



Hidup tanpa teman bagaikan sayur tanpa garam. Hambar. Pun begitu dalam pertemanan pula pastinya ada saja masalah. Karena segala hal dalam hidup ini tentu punya permasalahan, dan hidup tanpa masalah bagaikan tanah lapang tanpa tumbuhan, hampa.

Berbicara tentang masalah, menurut wikipedia masalah didefinisikan sebagai suatu pernyataan tentang keadaan yang belum sesuai dengan yang diharapkan. Terkadang sesuatu yang tidak sesuai harapan benar-benar membuat kita kebingungan untuk mengatasinya, terlebih jika kita tidak memiliki teman untuk berbagi. Berdasarkan pengalaman biasanya ada banyak tipe seseorang ketika menghadapi masalah. Beberapa ada yang hanya butuh teman untuk mendengarkan segala keluh kesahnya dan ada juga yang butuh didengarkan beserta diberikan solusinya.

Selaras dengan itu, di mana pun kita berada, masalah pastinya selalu ada. Berdasarkan pengalaman saya sebagai seorang guru di SMA, masalah ini tentu semakin tinggi levelnya ketimbang di jenjang bawahnya. Hmm, tepatnya masalah tentang keremajaan siswa, ini yang paling menguras kekreatifan pemecahan masalah yang harus saya coba selesaikan. Karena disamping itu saya merupakan seorang guru Pendidikan Agama Islam. Tentu rumit dong, menyelesaikan masalah tersebut tanpa mengenyampingkan hukum sesuai ajaran Islam.


Ketika seorang guru ditanya, "Anda setiap hari ke sekolah ngapain?" Jawabannya, belajar. Bukan mengajar!

Kok gitu? Ya, karena bersama siswa kita belajar bersama tentang segala hal, dan karena definisi belajar pula tidak mengenal batas usia.


Menjadi seorang guru bukanlah hal yang mudah. Kita harus bisa mengenal betul siswa kita dengan baik. Mempelajari karakter mereka dan kalau perlu masuklah ke dalam dunianya. Empat tahun berkecimpung dalam dunia kependidikan sebagai seorang guru di SMA, saya bersyukur. Meskipun saya mengampu pelajaran Pendidikan Agama Islam, tapi banyak siswa yang tidak ragu bercerita dan curhat perihal kehidupan pribadinya untuk dicarikan solusi yang tepat. Ini tentu menjadi sebuah tantangan bagi saya.  Bagaimana caranya menjadi guru PAI tidak menjadi penghalang bagi siswa untuk tetap leluasa bercerita namun tetap beretika. Sungguh, mengajar di jenjang SMA tentunya benar-benar dihadapi oleh berbagai macam ragam karakter siswa remaja yang sedang dalam masa pubernya.

Mengajar di SMA benar-benar memberi kebebasan belajar tanpa batas. Tidak hanya persoalan materi yang sulit, tapi jauh hingga masalah pribadi yang rumit. Menjadi tempat curhat dan pemecah masalah bersama. Itu hal yang sangat menyenangkan. Mengaitkan segala materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari juga menjadi poin plus dari belajar kami yang akhirnya terpakai di kehidupan nyata.

Saya ingat betul di suatu hari ketika tahun pertama saya mengajar di SMA, kala itu adalah hari pertama bagi saya. Mencoba masuk dalam dunia anak didik itu sulit, terlebih dunia mereka yang sudah beranjak dewasa. 

Misi saya menjadikan kelas tanpa batas. Belajar tak hanya dalam ruang kelas, tapi juga ruang chat. Belajar bisa dimana pun, kapan pun setiap waktu dan bebas bertanya apapun. Seperti yang dikemukakan Fuatuttaqwiyah tentang prinsip mengajar dengan cinta. Bahwa seorang guru haruslah menjadi sahabat bagi muridnya. Dengan begitu proses belajar mengajar akan menjadi nyaman dan tidak canggung. 

Dalam hal ini sangat menguji tingkat ke-kreatifan guru dalam mengemas materi untuk mengaitkan pada kehidupan remaja mereka. Pada kasus "pacaran" misalnya, bukan lagi sebuah hal yang canggung untuk mereka bicarakan dengan saya yang notabanenya sebagai guru PAI. Bermodal menjadikan mereka teman baik yang tetap pada etika guru-murid memberi saya banyak peluang untuk masuk ke dunia mereka. Mengupas satu per satu permasalahan keremajaan mereka dan menuntaskannya bersama.

Pernah suatu ketika saat saya menemukan siswa yang benar-benar sedang bermasalah dengan perasaannya. Saya ikut menjadi bagian di dalamnya, menjadi teman curhat untuknya dengan memposisikan diri saya sebagai teman sebayanya. Perlahan tapi pasti, saya meng-iya-kan semua keluh kesahnya. Membenarkan dia menumpahkan segala uneg-unegnya hingga selesai. Kemudian memberikan solusi yang menurut saya terbaik untuk dilakukan, hingga perlahan dia pun sadar dan mencoba memperbaiki keadaan dengan berubah dan meninggalkan perasaannya.

Jika biasanya seperti kebanyakan orang beranggapan bahwa pelajaran agama Islam pastinya pelajaran yang hanya seputaran tentang ayat-ayat Al-Quran dan hadis. Dikit-dikit dalil. Ya, itu benar karena dalil merupakan pondasi pemecahan masalah. Namun saya mencoba mengemas pelajaran itu penjadi pelajaran yang disenangi siswa. Tidak canggung dan terkesan kuno. Tujuannya agar setiap penyampaian ke siswa dapat dipahami sesuai perkembangan zaman mereka.


Fitri Halim, yang sejak mengenal warna telah jatuh cinta dengan biru.

Share:

Minggu, 10 September 2023

Kelas Dering

 


Pagi senin, pada tanggal yang saya sendiri lupa kapan kejadian itu dimulai. Cuaca pagi ini sangat cerah, secerah seragam instansi yang saya kenakan, babyblue colour. Jam menunjukkan pukul 06.50 sudah waktunya saya berangkat ke sekolah. Mengajar? Bukan dong, tapi belajar bersama siswa, begitu kata pak Baedowi dalam general meeting kala itu

Sesampainya di sekolah, hari itu jadwal saya piket. Seperti biasa saya memantau kedatangan siswa-siswa yang layaknya berolah raga pagi untuk sampai tepat di halaman depan kelas sebelum guru petugas piket mulai berdiri cantik dengan buku catatan dan penanya. Buku yang ditakuti oleh murid-murid yang sering terlambat sampai di kelas dan suka berlarian beriringan dengan detik batas ketentuan terlambat. Halaman sekolah yang sangat luas dengan posisi gedung yang lumayan berjauhan per tingkatannya membuat siswa harus berjalan cepat setiap pagi untuk sampai tepat waktu. "Ayo, cepetan! sudah jam 07.29 nih! Satu menit lagi." Begitulah biasanya teriakan guru piket termasuk saya, yang memacu adrenalin siswa untuk berlari sampai tepat waktu setiap paginya.

Pukul 08.00, sesi siswa bersama wali kelas selama 30 menit telah berlalu. Waktunya setiap guru mata pelajaran masuk kelas. Saya telah menunggu giliran.

"Assalamu'alaikum, anak-anak" 

"Wa'alaikumus salam, buuuu" sahut riuh suara seluruh siswa di dalam kelas ketika saya mulai masuk ke kelas mereka saat jam pelajaran PAI dimulai. 

Kelas dering! Kelas yang menggambarkan betapa riuhnya suasana belajar dalam kelas. Tapi, jangan salah, kericuhan itu sering terjadi karena rebutan bertanya. Biasalah, anak-anak kalau waktunya tanya jawab sudah mulai seperti perang dunia ke III. Bahkan ada yang tidak mau mengalah jika pertanyaan atau jawaban mereka ada yang sama. Kadang, cara mengatasinya harus dengan hompimpa dulu. Hahaha...

Inilah momen yang sangat ditunggu siswa, sesi tanya jawab. Lumayan untuk melepaskan penat dengan sorak-sorakan yang berfaedah. Karena jika bukan pada sesi itu berisik dalam kelas sudah pasti dilarang keras oleh setiap guru, termasuk saya. Selain mengganggu ketenangan belajar dalam kelas, juga bisa mengganggu kelas lain yang bersebelahan.

Biasanya saya selalu mengolah waktu untuk dapat dimanfaatkan sebaik mungkin pada jam pelajaran. Pada setiap jam pelajaran saya membaginya menjadi 3 waktu; sesi belajar materi, sesi tanya jawab terkait materi, dan terakhir adalah sesi bertanya bebas. Sesi ketiga ini menjadi bagian yang sangat disenangi oleh siswa karena bagi mereka itu adalah saatnya mereka bisa bertanya perihal apa saja tentang kehidupan nyatanya sehari-hari.

Saya masih sangat teringat ketika pertama kali saya mengajar. Antusias siswa untuk berkenalan sangat tinggi. Mungkin setinggi harapan mereka bisa menikmati belajar bebas secara merdeka. Dalam artian tidak ada tuntutan yang memberatkan. Saya mencoba memahami setiap karakter mereka, menciptakan ruang belajar yang nyaman dengan bebas belajar di mana saja, salah satunya di bawah pohon cemara yang saat itu menjadi tempat terfavorit untuk belajar.

Bisa dikatakan pohon itu menjadi saksi bisu bagaimana riuhnya suasana belajar pada saat sesi diskusi dan tanya jawab. Bahkan alam yang tak berbatas dinding dan hanya beratapkan dedaunan pun masih bisa mengumpulkan keributan suara mereka yang rebutan jawaban. Rasanya seperti bocah yang sedang rebutan thr di hari lebaran. Gak bikin kesel sih, malahan seru. Hahaha...

Bagi saya pribadi itulah momen-momen menyenangkan bersama siswa ketika belajar. Momen yang tidak bisa dilupakan. Momen yang saat ini menjadi bagian yang paling dirindukan disaat suasana pandemi yang menuntut segala aktifitas terbatas termasuk sekolah tatap muka.


Fitri Halim, yang sejak mengenal warna telah jatuh cinta dengan biru.

Share:

Mengajar dengan Cinta

Hidup tanpa teman bagaikan sayur tanpa garam. Hambar. Pun begitu dalam pertemanan pula pastinya ada saja masalah. Karena segala hal dalam hi...

Cari Blog Ini

Pages

Most Popular

Mengajar dengan Cinta
Kelas Dering